Petok D : Bukti Surat Tanah Yang Kamu Wajib Tahu
Petok D adalah bentuk kepemilikan tanah yang populer pada masa lampau di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Pokok Agraria diberlakukan pada 24 September 1960, petok D berfungsi sebagai alat bukti kepemilikan tanah. Pada waktu itu, petok D memiliki nilai yang setara dengan sertifikat tanah.
Namun, seiring berlalunya waktu dan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, peran petok D dalam bukti kepemilikan tanah mulai tergeser. UU ini mengubah peraturan mengenai kepemilikan tanah dan menjadikan petok D sebagai alat bukti yang lebih lemah dibandingkan sebelumnya.
Oleh karena itu, pemilik tanah perlu melakukan pengurusan sertifikat tanah agar bukti kepemilikan mereka menjadi lebih kuat dan sah menurut peraturan yang berlaku saat ini.
Seputar Surat Tanah dan Petok D
Apa itu Petok D?
Petok D merupakan surat keterangan pemilikan tanah yang dikeluarkan oleh kepala desa dan camat setempat. Petok D sudah tidak dianggap sah sebagai surat kepemilikan tanah semenjak terbitnya peraturan tentang SHM (Sertifikat Hak Milik)
Saat ini, Petok D hanya menjadi bukti awal untuk mengurus Sertifikat Hak Milik (SHM) bagi orang-orang yang mungkin mendapat warisan saat belum adanya era UU Agraria.
Apakah Jual Beli Tanah Bisa Menggunakan Petok D?
Bagaimana Cara Mengubah Petok D Menjadi SHM
Ada beberapa langkah untuk mengubah Petok D menjadi SHM. Menurut Perpu 24 Tahun 1997 mengenai Pendaftaran Tanah, prosedurnya sebagai berikut:
A. Mengurus ke Kantor Kelurahan
- Kunjungi Kantor Kelurahan untuk mendapatkan surat keterangan tidak sengketa yang ditandatangani oleh Lurah atau Kepala Desa sebelum ke kantor BPN.
- Disarankan untuk membawa beberapa saksi dari pihak pejabat RT, RW, atau tokoh adat setempat.
- Urus surat keterangan riwayat tanah yang mencatat sejarah penguasaan tanah dari awal hingga saat ini, terutama jika tanah memiliki status petok D yang merupakan milik leluhur atau orang tua yang telah meninggal.
- Ahli waris wajib mengklarifikasi kepemilikan tanah dalam hal statusnya adalah petok D.
- Dapatkan surat keterangan penguasaan tanah yang menyatakan Anda sebagai pemilik tanah.
- Pastikan dokumen ini dibuat dengan teliti dan harus mendapat pengesahan dari Lurah/Kepala Desa sebelum diproses lebih lanjut di kantor BPN.
B. Mengurus ke Kantor BPN
- Verifikasi dokumen oleh petugas BPN.
- Survei lokasi serta pengukuran tanah sesuai dengan batas yang tercatat dalam surat petok D.
- Hasil pengukuran ini akan menjadi dasar untuk pembuatan surat ukur.
- Surat ukur ini akan diterbitkan Kantor Pertanahan dan ditandatangani oleh pejabat berwenang, seperti bagian pengukuran dan pemetaan di BPN.
- Setelahnya, Anda perlu menunggu selama 60 hari untuk pengumuman aspek hukum yang dilakukan di kantor kelurahan atau balai desa dan BPN.
- Pemohon harus membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB) sebelum sertifikat diterbitkan. Besar BPHTB ditentukan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan luas tanah.
- Pejabat setempat akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) mengenai hak atas tanah. Tetapi, ini belum menjadi sertifikat final, karena proses pensertifikatan masih dilakukan di Sub Seksi Pendaftaran Hak dan Informasi.
- Untuk memudahkan pengukuran, disarankan Anda menandai batas tanah dengan patok.
Setelah mengikuti langkah-langkah di atas, Anda hanya perlu menunggu sampai sertifikat diterbitkan dan status petok D resmi berubah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
C. Mengurus Biaya Pengubahan Petok D ke SHM
Untuk mengurus perubahan status dari petok D menjadi SHM, ada beberapa biaya yang harus dikeluarkan. Besaran biaya ini akan tergantung pada luas tanah atau lahan yang dimiliki. Berikut adalah komponen biaya yang perlu dipertimbangkan:
Tarif Ukur (TU)
Untuk tanah dengan luas di bawah 10 hektar (10.000 meter persegi), perhitungan biaya tarif ukur dapat menggunakan rumus berikut:
TU = (Luas Tanah / 500 x Harga Satuan Biaya Khusus Pengukuran) + Rp100.000
Biaya Panitia Penilai A (TPA)
Perhitungan biaya panitia penilai A dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
TPA = (Luas Tanah / 500 x Harga Satuan Biaya Khusus Panitia Penilai A) + Rp350.000
Kedua rumus di atas didasarkan pada Luas Tanah yang Anda miliki serta harga satuan biaya khusus pengukuran dan panitia penilai A yang berlaku.
Seluruh komponen biaya di atas, termasuk biaya pelayanan pendaftaran tanah, biaya administrasi, biaya petugas ukur, dan biaya sertifikasi tanah, akan mempengaruhi total biaya yang diperlukan untuk mengubah status petok D menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah Anda.
Pertanyaan Tentang Petok D
Post Terbaru
- 10 Rekomendasi Perumahan Terbaik di Malang untuk Hunian Nyaman
- 10 Situs Jual Beli Rumah Terbaik
- 5 Perumahan Elit di Bireuen Pilihan Hunian Mewah di Aceh
- 10 Perbedaan Kavling dan Perumahan, Perlu Kamu Ketahui !
- Tips Memilih Lokasi Rumah Ideal untuk Kenyamanan Maksimal
- 10 Denah Perumahan Tipe 36 Inspirasi Hunian Idaman
- Tips Buat Kamu Yang Memasang Bendera Merah Putih di Rumah
- 10 Kompleks Perumahan Terbaik di Aceh dan Lokasinya
- 3 Property Idaman Dijual di Bireuen
- Mengenal Kredit Kepemilikian Rumah (KPR) Jenis Dan Tipsnya